First Time.

Pukul 23.59

TOK! TOK! TOK! Sudah dua jam Anggar mengetuk pintu kamar Rara, sebenernya sih bisa aja langsung masuk, orang password-nya gampang banget. Tapi, namanya juga kamar perempuan, gak bisa seenaknya masuk dong.

Biasanya dalam sekali atau dua kali ketukan, pintu itu akan terbuka, namun, pintu itu tak kunjung memperlihatkan penghuni di dalamnya. “Ra?” Anggar setengah berteriak.

Belum menyerah, Anggar terus mengetuk kamar Rara, masalahnya, perempuan itu belum makan sedari pagi. Karena Anggar hanya manusia biasa yang punya batas kesabaran, alhasil ia langsung menekan access code pintu kamar Rara.

Nit! Nit! Anggar mendorong pintu kamar Rara pelan, ia menyembulkan kepalanya, maniknya terbelalak saat ia melihat Rara yang tergeletak ditengah ruangan. “RARA!” Ia langsung berlari menghampiri Rara.

Reflek Anggar mendudukkan dirinya dilantai, menepuk pelan pipi Rara. Sialnya wanita itu tak kunjung bangun. “Ra... kamu... aduh ni orang masih idup kan?”

Anggar menatap Rara khawatir, maniknya mulai berair saat ia mencoba menggerakkan tubuh yang terkulai lemas didepannya, ia terus menggoyangkannya kencang, namun, nihil, wanita itu masih terdiam. Sekilas ia melihat botol melatonin yang sudah kosong berada disamping tubuh wanita itu. Did she just...? Shit — batin Anggar.

“Ra!!” Anggar menepuk pipi Rara sekali lagi. “Ra! bangun!... Hey!!” Ia menarik tubuh Rara kedalam rengkuhannya, menangis karena sang puan tak kunjung membuka matanya.

Sungguh, Anggar gelisah bukan main. Ia meletakkan kembali tubuh Rara pada ubin.

Sejenak Anggar terdiam. Kemudian, tanpa ragu, ia mendekatkan wajahnya ke arah wajah Rara. Kini jarak mereka sungguhlah dekat, hingga puncak hidungnya menyentuh puncak hidung Rara, sontak hal itu membuat Anggar merasakan aliran listrik yang menggelitik perutnya.

Pikiran Anggar sudah tak karuan, ia takut, takut sekali, jika sesuatu buruk menimpa wanita yang ada dihadapannya ini.

Anggar semakin menghapus jarak yang tinggal 5 centi itu.

Hingga.

CUP~

Anggar mendaratkan bibirnya pada benda kenyal nan lembut berwarna pink pucat milik Rara. Dengan cepat ia memegang kedua pipi wanita itu dengan jemarinya, ia mencoba memberi napas buatan. Pernah sekali ia membaca artikel tentang cara memberikan pertolongan pertama.

Sialnya, hanya itu cara yang teringat di benaknya.

Baru beberapa detik, seketika mata Rara terbuka, wanita itu terperanjat kala netranya menangkap Anggar yang tengah berada diatasnya.

“AAAAAAAAAA!!!!!” Teriakan Rara menggelegar mengisi kesunyian didalam kamarnya.

BRUK!! Dengan sekuat tenaga Rara mendorong tubuh Anggar kencang, membuat tubuh pria itu terpental tak jauh dari tempatnya.

Rara memeluk tubuhnya rapat. “IHHH! PERVERT!! NGAPAIN LO BARUSAN ANJIR?!?!!!” Ucap Rara penuh emosi.

ITU CIUMAN PERTAMA GUA JAENABBB!!!

Anggar masih tampak shock diatas lantai, ia menatap Rara tak percaya. “Eh… anu.. duh—Anggar sedikit salah tingkah menghadapi kebodohannya sendiri— saya pikir… kamu… kok kamu dilantai?!”

Rara yang masih tampak takut semakin merapatkan dirinya. “Ya emangnya kenapa! salah?!!”

Anggar mendengus kesal. “Ya nggak… ya cuman… ya kan—

“Ya apa?!” Sela Rara, masih penuh emosi.

“Lagian ngapain sih dilantai? kan saya pikir kamu kenapa-napa... Ini lagi—Anggar menunjuk botol obat yang telah kosong—, kenapa masih konsumsi pil ini sih? Saya pikir kamu keracunan tau.” Cicit Anggar pelan.

Rara menghela napas pelan. “Ya tidur dikasur panas! makanya saya tiduran diubin, lagian ya, saya ga minum ini—Ia mengambil botol kosong itu lalu menutupnya pelan— Saya tadi bosen, jadi saya mainin tutupnya.” Ucap Rara, masih tampak kesal.

Seketika Anggar tampak kesal mendengar penjelasan Rara, merasa tertipu. Ia mendengus kesal. “Gajelas banget sih. Lagian tinggal nyalain AC, jadi kan orang gasalah paham kaya gitu. Kenapa sih? Takut disuruh bayar listrik?”

Rara menatap Anggar tak percaya. “Dingin! Lagian ya! Even saya yang bayar listrik juga mampu kok! Gosah congkak!!”

Anggar memicingkan matanya. “Banyak mau. Dingin salah, panas salah.”

“Loh?!? SUKA-SUKA GUA GAK SIH?!!!!” Rara semakin ngotot.

Tak mau perbincangan ini menjadi debat kusir, Anggar memilih untuk bangkit. “Saya tunggu dibawah, pake hoodie atau cardigan, up to you. GPL, gapake lama.” Ucap Anggar sembari melangkah keluar.

“Loh mau kem—

“Gausah banyak tanya, cepetan siap-siap. Kalo gak mau pergi, saya tinggalin kamu dirumah sendiri, ntar Wilmo dateng!” Ancam Anggar.

Manik Rara otomatis membulat. “IHHHHH NGESELINNNNN!!!!!” Ia langsung melempar bantal kecil yang tadi ia gunakan ke arah Anggar.

BLAM! Pintu itu tertutup tepat saat bantal yang tadi Rara lempar mengenai pintu.

Awas lu ye!!!

Rara bangkit, lalu berjalan pelan kearah pintu, mengambil bantal yang tadi ia lempar, sejenak ia memeluk bahan itu sembari berpikir.

By the way... tadi kok mukanya Anggar kaya merah gitu sih? Dia sakit?