Flyover Antasari
Anggar mengemudikan mobilnya menyusuri jalanan Jakarta Selatan. Masih enggan memberitau maksud dan tujuan pria itu membawa Rara mengelilingi gelapnya langit malam. Yang Anggar maksud healing apa sih?
Hingga Anggar memberhentikan laju kendaraannya tepat didepan pintu masuk Jalan layang non-tol Antasari yang terlihat sangat sepi. Tangannya terangkat menekan tombol bluetooth pada tape mobilnya lalu menyambungkannya ke spotify. Ia tersenyum tipis, lalu menoleh kearah Rara. “Saya buat playlist, khusus buat kamu, hope you enjoy the music, Ra.”
Nit! Bluetooth mobil terhubung dengan spotify Anggar. Lalu ia menekan play button pada playlistnya, alunan musik mulai terdengar di rungu keduanya, lagu pertama dan paling utama yang sengaja Anggar masukkan pada playlistnya, Keepyousafe-Yahya.
🎶...I can’t show you how to love yourself, but i promise you, i’ll be the one by your side...🎶
Anggar mulai melajukan kembali mobilnya pada kecepatan sedang, menyusuri flyover Antasari perlahan. Pria itu masih enggan membuka suara selain memberitau perihal playlist yang ia buat.
🎶...I won’t tell you the truth about love... it’s so difficult for me. Babe, i don't want you to get hurt...🎶
Rara semakin heran, namun, lantunan lagu yang dibawakan oleh Yahya itu sungguh menyentuh relungnya, entah mengapa ia merasakan ketulusan yang suci dari lirik lagu itu.
🎶...When i first met you, i knew that we can be together forever... night we spent so long until you’re fall a sleep... on my lip... cause i..., i’ve been waiting for this so long,oh...,long... and i, i will always keep you safe...🎶
Seketika manik Rara terbebelak saat tangan kiri Anggar yang bebas meraih jemarinya, menggenggamnya erat. Sontak hal itu membuat ujung jemari Rara mendingin, ia gugup setengah mati. Susah payah ia meneguk salivanya.
Anggar kenapa tiba-tiba begini sih? Dan... tubuh gua kaya gabisa nolak?
Manik Anggar masih fokus pada jalanan didepan, tak lupa jemari mereka yang masih bertaut, memberikan rasa hangat untuk keduanya ditengah dinginnya malam.
“Ra, if you questioning what am i doing right now... saya juga gatau, saya mau aja kaya gini—Anggar melirik Rara sekilas— Saya pengen jadi orang yang bisa bikin kamu lupa sama sedihnya kamu, sakitnya kamu, apapun status kita, mau temen, pacar, suami-istri, saya gapeduli, saya beneran pure pengen liat kamu senyum lagi.”
Rara termenung menatap Anggar. Maniknya tak bisa bohong bahwa ia memancarkan rasa kagum dan sedikit rasa tidak percaya?
Lantunan lagu selanjutnya yang terputar secara otomatis, Lay your head on me-Crush.
🎶...I see you hurt, i see you sufferin’ You’re not alone, in case you’re wondering Oh you can come to me And lay your head on me...🎶
“Ra, saya... saya gasanggup liat kamu selalu nangis jam 1 pagi dan selesai jam 5, saya ngerasa gagal jadi suami kamu, saya harusnya bisa ngasih rasa nyaman ke kamu, tapi... kayaknya saya gak cukup ya Ra? Buat bahagiain kamu... kamu... gak nyesel kan nikah sama saya?” Entah mengapa manik Anggar mulai berair.
Rara mengerutkan dahinya, ia semakin bingung dengan semua lanturan Anggar, semua kata-katanya sungguh ambigu. Kenapa bahas nyesel? Emangnya gua pernah bilang gua nyesel nikah sama dia?
🎶...Can see you're lost, i see you strugglin’ Can’t even tell your friends from your enemies But you can come to me... And lay your head on me...🎶
Anggar memberhentikan mobilnya tepat di pinggir Flyover Antasari. Ia tak kuasa menahan bulir bening yang kian deras berhamburan pada wajahnya, Rara sampai terkejut saat melihat wajah pria itu basah. “Ng-Nggar...”
Jemari Rara terangkat, ia menghapus bulir bening yang menutupi pelupuk mata Anggar dengan ibu jarinya. “Nggar, it’s okay... saya udah gak papa kok, kemaren saya cuman butuh space, kamu... kamu gapernah gagal buat saya senyum kok Nggar... dan... kenapa kamu bilang saya nyesel nikah sama kamu? Justru saya gabisa bayangin hidup saya kalo gak nikah sama kamu, saya gabisa bayangin kalo saya nikahin orang yang demanding, kamu itu sempurna Nggar dan pas di kantong.” Rara mencoba bercanda, walau ia tak bisa menutupi rasa sedih yang sebenarnya masih terpatri dalam dirinya.
Anggar terkekeh kecil. “Masih aja bercanda Ra.”
Kini Anggar yang terbelalak saat tanpa ragu, Rara memeluk tubuh Anggar, merengkuhnya erat seolah ia tak mau berpisah barang sedikit saja. “Nggar... makasih udah berperan sebagai teman dan suami dalam satu waktu, makasih kamu selalu bisa nenangin saya...”
🎶...The more I'm there for you I'm thinking about you always... I’m thinking about you always... So lay your head on me... So lay your head on me... So lay your head on me... So lay your head on me...🎶
Anggar merasa Rara sudah cukup stabil untuk diajak bicara lebih serius, karena wanita itu terlihat tidak menangis sama sekali. “So... kamu sama mba Widya?…” bisiknya ditelinga Rara.
Seketika manik Rara mendadak muram hanya dengan mendengar nama itu, moodnya langsung drop, ia langsung menegakkan tubuhnya sembari bersedekap menatap gedung-gedung tinggi disebrang sana.
“Ra?”
“Jangan sebut dia, saya masih gak sudi.”
Belum ternyata. Anggar menghela napas lelah. “Ra, listen to me.”
Anggar mengangkat tangannya, menangkup wajah Rara sembari menatapnya intens. “Gini ra, kamu debat ini debat itu berantem sama mba Widya, padahal nyatanya kamu sama dia sama-sama sakit, maaf ya kalo saya lancang, saya tau dan paham kamu sedih, hancur, tapi coba kamu liat sisi lain, apa kamu mikirin perasaannya eyang Her? Gimana rasanya seorang ibu kehilangan anaknya, itu hancur Ra, tak tertandingi, mau kamu pun saya pasti pernah berpikir, pengen pergi duluan dibanding orang tua karena gasanggup liatnya, tapi akan lebih sakit lagi kalo kita sebagai orang tua liat anak sendiri pergi duluan.” Anggar menghela napas.
“Tau ra? definisi dewasa sesungguhnya? se-simple kamu gak bilang duren bau banget didepan orang yang lagi makan duren, se-simple ngehargain orang berbicara sampai selesai baru kamu menjawab, dunia bakal seindah itu kalo kamu bisa ngerhargai perasaan satu sama lain. Kalau kamu masih menyalahkan orang lain atas kebahagiaan yang gabisa kamu capai, namanya kamu belum dewasa, karena... happiness isn’t something already made, it comes from your own action., Ra.” Tambah Anggar.
Rara terdiam menatap Anggar, maniknya mulai berair, ia sedikit terisak, ia tidak tau harus berkata apa, semua yang dikatakan pria itu benar adanya, boleh larut dalam kesedihan, namun, kita harus cepat bangkit dan melihat dunia lebih luas lagi, melihat siapa yang paling tersakiti, bukan berlagak layaknya tak ada seorang pun yang lebih sakit dari kita.
Anggar... kenapa lo baik banget sih?
Karena Rara tak kunjung membalas penuturannya, Anggar melepas tangkupan pada wajah wanita itu, lalu ia menekan salah satu tombol yang berada di sampingnya. “Wait...” seketika atap mobil itu terbuka. Netra Rara menangkap puluhan bintang yang bekerlip terang memenuhi langit angkasa. Indah.
Ya. Luar angkasa yang Anggar maksud, ia ingin menonton puluhan bintang diatas flyover Antasari sembari menunggu sunrise. Adakah yang lebih romantis?
Pria itu menurunkan sandaran kursinya, lalu menurunkan sandaran kursi Rara, lantas pria itu mengisyaratkan Rara untuk merebahkan tubuhnya disana.
Keduanya bersandar pada bangku mobil, seketika Rara tertawa kecil, ia menatap salah satu bintang kecil dan menunjuknya. “Nggar, kamu pernah bilang saya mirip bintang kan? Masih mirip gak sekarang? Coba bintang bisa dipelihara dirumah pasti lucu, sayang cuman ada dilangit malem.” Rara tampak fokus menatap bintang diatas sana.
Sedangkan fokus Anggar bukan langit indah diatas sana, namun, perempuan disebelahnya, tentu saya Rara tidak sadar akan tatapan penuh arti Anggar. “Ra, tau ga?”
Rara berdehem, maniknya masih tampak berbinar menatap langit diatas. “The stars aren’t just coming from the sky, it’s also coming from your eyes.” Lirih Anggar pelan.
WUSH! Angin kencang yang seketika datang diatas flyover itu membuat Rara kesulitan mendengar ucapan Anggar. “Hah? Apa Nggar?”
Anggar terkekeh geli mengingat ucapannya barusan. “Nggak, kamu masih mirip kok, masih mungil tapi sok kuat.”
“Dih.”
“Ra.”
“Apa?”
“Dulu waktu belum nikah sama saya, kenapa gapernah pacaran lagi? emang kamu segitunya gak mau kenal dan coba nyembuhin diri dari masa lalu? emangnya kamu gapernah dibaperin orang?”
Rara terkekeh geli mendengar pertanyaan Anggar. “Saya bisa baper Nggar, kapan pun dimana pun sama siapa pun. tapi nggak sama sayang dan cinta, gatau dua hal itu susah banget buat saya. Kalau soal pacaran… rasanya kayak gatau ya, saya capek aja mesti kenalan lagi, pdkt lagi, adaptasi lagi, cerita tentang masa lalu lagi, saya bahkan sampe mikir, bisa gak sih pacaran tuh langsung aja gausah pake kenal-kenal dulu capek tau. Kaya sia-siain waktu cuman buat hal gapenting kaya gitu, kalo ujung-ujungnya sakit kan ya sama aja boong.”
Anggar mengangguk-angguk setuju. “Bener sih, capek juga kenalan lagi. Makanya saya nikahin kamu, capek saya kenalan.”
Rara menoleh kearah Anggar yang tengah menatap langit. “Maksudnya? Kita kan baru kenal pas kamu ngajar saya?”
Anggar tersenyum. “Ya karena udah pernah ngajar itu, saya jadi kenal kan.” Entah mengapa Rara merasakan ada sedikit rasa getar serta kegugupan pada suara Anggar.
Anggar bangkit, menatap Rara yang masih fokus menatapnya. “Need another hug?” Entah ia juga heran mengapa ia menawarkan itu tiba-tiba.
Rara terkekeh geli, entah hanya ia yang merasa atau tidak, namun, Anggar seperti pengisi daya untuknya. Ia pun menyambut tangan Anggar yang sudah merekah lebar.
Tepat saat Rara merengkuh tubuh Anggar, lantunan musik Honne yang berjudul by my side, lansung mengisi rungu keduanya.
🎶...You were there every time Every time that i needed a shoulder... And you kept me warm When my world grew darker and colder...🎶
Rara semakin mengeratkan rengkuhannya, tak terasa keduanya terisak kecil, entah menangisi apa, keduanya sama-sama bahagia dan terharu.
🎶...*You gave your strength When mine had gone And i could not go on...
Where were you when I hurt the most?
Where were you when I needed hope? I needed you close...
You were by my side*...🎶
Ada sekitar 4 menit hingga lagu itu habis, Rara baru melepas rengkuhanya, menatap Anggar sembari tersenyum manis. “Thanks.”
Anggar pun ikut tersenyum. “You’re welcome.”
Rara kembali merebahkan tubuhnya, pun Anggar, mereka sama-sama diam seribu bahasa menonton langit malam yang indah, hingga tanpa sadar Rara terpejam, ia mulai kehilangan kesadarannya dan tertidur.
Anggar mendengus kecil sembari tersenyum miring. “Ra... bahagia terus ya sama saya...” Ia bangkit dari sandaran kursi, mendekatkan wajahnya kearah Rara, dan...
CUP~
Anggar mengecup pipi Rara, lalu mengelus surai wanita itu pelan. “Good night, sleep tight.” Bisiknya ditelinga Rara.
Rara mengerjapkan mata karena sinar matahari yang terus mengganggu ketenangan tidurnya. Netranya menangkap matahari yang baru saja terbit dengan indahnya. Warna putih oranye dengan dominasi langit gelap berkolabori indah membuat Rara terpesona.
“Wah!!” Rara tergugu kagum menatap sunrise didepannya. Ia sedikit menggeliat lalu menoleh kesamping, terlihat Anggar yang tengah menatapnya sembari tersenyum.
Seketika Rara langsung bangun dari tidurnya, menegakkan tubuhnya sembari bersedekap, tanpa malu-malu semburat merah yang terasa panas memenuhi pipinya. “Nggar? Kamu kenapa?” Ia seperti salah tingkah dilihati oleh pria itu.
Anggar masih tampak fokus menatap Rara.
Duh anjir ni orang kenapa jadi serem gini...
Rara langsung menutup wajah Anggar dengan telapaknya. “Nggar ih! Stop looking at me like that!”
Anggar menyingkirkan jemari Rara dari wajahnya. “Morning.”
CUP~
Anggar mengecup pucuk kepala Rara, sembari mengelus surai wanita itu pelan. “Tidurnya nyenyak?” Tanyanya lagi.
Otomatis Rara langsung menabok Anggar kencang. “IH ANGGAR!”
Anggar hanya terkekeh geli lalu tangannya beralih ke kemudi. “Kita harus cepet pulang nih.”
Rara menatap Anggar heran. “Kenapa?”
“Mami mau dateng kerumah, nginep semalem. Kita harus beresin kamar masing-masing kan?”
Seakan lupa dengan kecupan Anggar barusan. Rara langsung terlihat panik. “Hah?! All of a sudden?! Nginep?”
“Yup, all of a sudden. Selalu gitu bukannya?”
“Yaudah ayooo pulang sekarang cepet-cepettt!!” Rara memukul-mukul kecil lengan Anggar.
Anggar menekan tombol untuk menutup kembali atap mobil itu, dan melajukan kendaraannya membelah jalan T.B Simatupang, untuk pulang segera kerumah.
Duh... tidur bareng dong ini?