GBK : Lalu Muhammad Zohri.

Rara berlari mengitari GBK, dengan sweatpants abu, tanktop abu, dan jaket navy. Tak lupa sepatu Nike Airmax ungu favoritenya.

Sesekali Rara mengecek I-watch yang melingkar pada pergelangan tangannya untuk men-tracking langkah, aktivitas, serta pembakaran kalori.

Rara menatap langit biru diatas sana, telapaknya sedikit menutupi penglihatannya kala matahari tanpa malu-malu bersinar terang membuat pandangannya silau.

Cuaca pagi ini cukup cerah, dengan udara yang terbilang cukup dingin. Namun, namanya juga olahraga, rasa gerah tetap menjalar.

Duh, aus deh, tapi… ah udahlah lari dulu aja.

Disela-sela larinya, Rara menguap, merasa ngantuk sekaligus lapar, bagaimana tidak? subuh-subuh Anggar mengetuk kamarnya dan memintanya untuk bersiap-siap. Hal itu sukses membuat Rara sedikit tidak fokus.

GUBRAK! “Aduh...” Rara terjatuh usai ia terselengkat oleh kakinya sendiri. Anggar yang berada tepat dibelakangnya langsung menghampiri Rara yang sudah tergeletak diatas aspal.

“Kan.” Anggar menghela napas, menatap Rara khawatir sekaligus frustasi. Terlihat beberapa kali ia memijat pelipisnya. “Kan tadi udah dibilangin, kalau lari biasa aja gausah cosplay jadi Lalu Muhammad Zohri... situ atlet lari?” Ia berusaha untuk menahan emosinya.

ANJING DIOMELINNN!!

Rara tengah mengusap lututnya, berusaha untuk membersihkan kerikil-kerikil kecil yang menempel disana, sesekali ia meringis kesakitan. “Ya... kan gatau kalau bakal jatoh...” Rara merengek seraya menunduk takut, tak sanggup melihat tatapan Anggar yang sudah seperti leser.

Anggar mendengus kesal, lalu ia mengulurkan tangannya kearah Rara. “Sakit gak? sini saya bantuin bangun.”

Masih dalam posisi menunduk Rara mengernyit kesal. LO NANYA SAKIT APA GAK?!?!! MENURUT LO?!?

Seketika Rara menengadah, menatap Anggar sembari mendengus kesal. “Gimane jawabnya? Gimana saya bisa jawabnya dengan pertanyaan yang gak jelas?! pertanyaan yang bikin saya EMOSI!! YA SAKIT ATUHLAH SI AA TEH!”

Tanpa sadar, beberapa pengunjung sekitar melihat kearah mereka, hal itu sontak membuat Anggar menepok jidat. Hadeuh, pake ngomel kan — Pikir Anggar.

Anggar berdecak pelan. “Mau bangun apa saya tinggal? saya masih pengen lari soalnya, kalau kamu betah ngedeprok disini yaudah, tapi anggep kita gakenal ya.”

Rara menatap Anggar tak percaya. SIALAN! LU LAKIKNYA SIAPE SIH! Sumpah demi holohhh! Anggar abis minta maaf kenapa makin ngeselin gini sih?!

Sejenak Rara menatap jemari Anggar tanpa minat. Namun, detik selanjutnya ia menggenggam jemari itu erat. Gua masih waras! gamau dianggep gelandangan! makanya gua terima ni tangan lo!

Grep. Rara sudah berdiri tepat didepan Anggar. “Lain kali jangan lari pake mode roadrunner, untung gak luka, kalo luka berabe tau.” Ucap Anggar kesal.

“Dih! dipikir looney tunes apa! Ya kalo luka juga gapapa kaya jagoan biar kembaran sama Sherina.”

“Hadah, Sherina luka jadi jagoan keren, kalo kamu luka ntar malah jadi borok.”

Emang dasar elite politik bodor lo! bisa gak sih sekali aja! sekali aje lo kaga usah ngejawabbb HHHHHh!!!

Anggar menatap dengkul Rara yang sedikit memerah, untung gak luka — pikirnya. Maniknya beralih kearah wajah Rara. “Kenapa bisa jatoh sih? laper?”

Rara yang tadinya kesal otomatis langsung mengangguk cepat. “Kayaknya iya deh... tadi rada pening gitu, subuh tadi cuman minum energen.” Ia Senang bukan kepalang saat Anggar peka terhadap kebutuhan lambung gembelnya.

“Oh gitu, yaudah saya lari lagi ya.”

Bakekok.

Anggar langsung meninggalkan Rara yang terperangah heran menatap tingkah ajaib dosen yang merangkap menjadi suaminya itu.

Hah… wah… sakit ni orang. NGAPAIN LO NANYAIN KEMASLAHATAN PERUT GUA, KALO LO KAGA NGAJAK GUA MAKAN?!

Rara menatap bengis punggung Anggar yang kian menjauh. Lo pikir dengan permintaan maaf lo semalem dan tiba-tiba ngajak CFD pagi-pagi gua bakal luluh lantah gitu?! oh sorry not sorry ye Nggar!

HIKS “Mba maaf... mukanya boleh dikondisikan nggak?... serem soalnya kaya disinetron-sinetron, ini anak saya takut, sampe nangis...”

Rara tersentak kala ada seorang bapak-bapak berkumis tebal datang menghampirinya, pria itu tengah menggandeng putri kecilnya yang tengah menangis, bersembunyi dibalik kaki pria itu.

Bentar deh… ni perasaan kawasan luas banget kan ye, kenapa pas banget gua lagi nahan emosi malah diliat anak kecil… pake takut lagi bocahnya, kenapa sih? gua jelek?. Nahkan bahkan hal se-simple ini bisa membuat Rara insecure.

“Eh?” Rara langsung mengubah ekspresi dendam kesumatnya menjadi senyum canggung. “Eh maaf pak… maaf… saya lagi kesel… maaf ya pak sekali lagi… dedek jangan nangis ya…” Rara menunduk, mencoba menunjukkan senyum termanisnya kepada si dedek kecil yang masih tampak takut menatap Rara.

“Kenapa mba? kesel sama pacarnya tadi itu ya?”

Rara reflek mendongak menatap si bapak. “Hah? bukan pacar pak hehe...”

“loh terus siapa?”

Rara terkekeh, dengan semangat ia berucap. “Titisan Da'jal pak, saya kurang banyak baca surat al-kahfi tiap jumat soalnya... jadi ketemu deh hehe —Tak mau lama-lama akhirnya Rara memilih untuk berpamitan— Ohiya, saya duluan ya pak udah ketinggalan soalnya...”

Bapak itu terkekeh pelan. “Ohiya mba… silahkan.”

Rara mengangguk sembari tersenyum tipis, lantas ia berlalu, berlari mengejar Anggar yang sudah terlihat sangat kecil didepan sana.

Aneh-aneh aja sih stranger…

Suasana sekitar Gelora Bung Karno kian meramai. Rara masih berjalan dibelakang Anggar yang berjalan santai didepannya. Ia masih kesal perihal perutnya yang sudah keroncongan, maniknya terus menatap ujung sepatunya yang bergerak maju.

Rara terus melaju...

Hingga...

JEDUG! “Aduhh...” Rara mengangkat wajahnya, terlihat Anggar yang tengah berdiri tegak menatapnya datar. Otomatis Rara melotot. “KOK BERENTI MENDADAK SIH?! ih... sakit tau jidat saya!!” Rara terus mengelus dahinya.

“Sengaja. Lagian kamu jalan gak liat depan, untung nabraknya saya, kalo nabrak cowo lain gimana? terus mereka naksir gimana?”

Lah… ni orang kenapa sih… jujurly i don’t understand ya Nggar ama you, sumpah deh pen gua pites, all of sudden banget njir ngeselinnya… anjing heran.

Rara mengernyit heran. “Apa hubungannya?! yang nabrak saya ini! ya kalo naksir juga ya hak mereka ini, kenapa sih Nggar? Mens?”

Asli ya kalo lu bukan suami gua udah gua jadiin rempeyek udang lu!

Anggar mendengus sebal. “Mana ada cowo dapet. Udah ayok.” Anggar mencoba menarik jemari Rara, namun, perempuan itu langsung menepisnga. Ia pun berdecak pelan, menatap Rara datar. “Katanya laper.”

Rara memicingkan matanya seraya bersedekap. “Udah ga.” Sungguh, dendam itu masih nyaman merambat pada relung hatinya.

“Ayok.” Tanpa perizinan sang empu, Anggar langsung menarik tangan Rara.

Anggar kenapa sih? sumpah kelakuannya kaga ketebak banget, malah kaya orang ngambek anjir… anjing heran.

Rara pun hanya pasrah mengikuti arah gerak langkah Anggar. Ditengah langkahnya ia berdoa, Yallah tolong berilah hidayah kepada suami saya agar saya makan sebelum badan saya bergetar…