Her side.

DRAP DRAP DRAP

Rara berlari tak tentu arah, Ramzy terus mengejarnya dari belakang. Perempuan itu terus berlari tanpa alas kaki dengan air mata yang berlinang.

Bahkan Rara sampai tak sadar bahwa telapak kakinya sudah baret karena aspal yang kasar.

Sakit, kakinya sakit. Tapi itu tak lagi penting sekarang.

“RA!!” Ramzy terus berteriak dari belakang, keringatnya sudah membanjiri sekujur tubuhnya, bahkan kaos hitam nya sudah menjiplak pada tubuhnya. Basah.

Rara tak menggubris teriakan Ramzy sama sekali. Ia tutup telinga.

Seusai Ramzy memberitahu perihal kondisi Anggar, Rara nyaris jatuh ke lantai kalau saja Ramzy tidak menahannya. Perempuan itu terus meraung dan menangis dalam rengkuhan Ramzy.

Hingga kini, Rara memimpin di depan sana. Ramzy bahkan sampai tak sanggup mengejar Rara, entah energi dari mana yang perempuan itu dapatkan.

Sampai langkah mereka terhenti pada pinggiran jalan raya. Rara langsung berlari menyebrangi jalan besar itu, kebetulan di depan komplek Rara terdapat pul taksi.

Baru Ramzy ingin mengejar. Perempuan itu sudah pergi dengan taksinya.

Sempat tadi Ramzy menyebutkan nomor kamar serta nama rumah sakitnya, yang mana langsung sesegera mungkin Rara kesana.

She won't ignore him anymore. Rara takut. Ia takut kalau sampai ia tak punya waktu untuk menyampaikan isi hatinya, terlebih pesannya kemarin tak kunjung dibaca.

Setidaknya, jika memang nanti Anggar pergi, Rara ingin menyampaikan isi hatinya tepat di samping telinga Anggar.

Jika Anggar masih bernapas, at least, his eyes are closed, but his ears are listening.

Rara terus menangis tanpa henti, bahkan supir taksi yang sedaritadi memerhatikannya dari kaca mobil sampai tak tega melihatnya. Supir itu terus menanyakan kondisi Rara, namun Rara tidak menjawabnya sama-sekali.

Rara ingin mengejar Anggar, she wanna fight for him no matter what. Masih ingat dengan sangat jelas saat kali pertama Rara menyatakan cintanya kepada Anggar. Kala itu hati kecilnya terus berteriak, how you gonna win, if you scared to take the risk?

So, she took the risk and confess her feelings to Anggar.

Masih. Aslinya Rara masih tak percaya akan perkataan Ramzy, ia tak sanggup jika Anggar pergi begitu saja, dunia sangat tidak adil untuknya.

Baru. Rara baru merasakan kebahagiaan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya, tapi mengapa diambil secepat itu? Semudah itu? Terlalu banyak kah dosanya hingga Tuhan saja enggan memberikan kedamaian dalam dirinya.

Apa Mama tengah menghukum Rara karena Rara menjadi anak yang nakal?

Apa Mama diatas sana tidak ridho, karena Rara pernah membentak Mama?

Dalam tangisnya serta napas yang tersendat-sendat. Rara baru menyadari bahwa semesta punya caranya masing-masing untuk mendewasakan kita, sebagai umat manusia. Karena semesta dan takdir itu ibaratkan sebuah surat dan perangko yang tak akan pernah terpisah.

Dan, semesta kita masing-masing, punya andil besar dalam menentukan takdir apa yang akan kita buat di masa yang akan datang. Karena Semesta dan takdir akan terbentuk dengan rapih jika kita berusaha karena akhir dari takdir ada pada usaha yang kita usahakan.

Makanya. Rara ingin sesegera mungkin sampai didepan Anggar, ia ingin melihatnya.

Rara menarik napas panjang, mencoba untuk menenangkan dirinya. Menahan gemetar yang melingkupi jemari serta bibirnya. Ia mengigit-gigit kecil bibirnya lalu mengeluarkan ponselnya.

Jika Tuhan mau mengabulkan doanya kali ini. Jika tuhan mau sedikit saja menolongnya kali ini, ia akan sangat bersyukur, ia akan sangat berterimakasih. Rara akan berjanji tidak akan menjadi anak nakal lagi untuk Alm. Mama dan Papa, ia akan menyanyangi Anggar lebih dari apapun.

Rara akan menjaganya, sepenuh jiwa.

Rara menulis beberapa paragraf pada laman compose E-mail di Hp-nya. Walau masih sedikit terisak, ia berusaha fokus menuliskan isi hatinya, walau ia tau e-mail itu tidak akan pernah sampai. Tapi balik lagi, semesta akan membantu jika kita berusaha. Akhir dari takdir merupakan usaha yang kita usahakan.

To : Anggarsadadi@gmail.com From : Azarraanahita@gmail.com

Hello, Anggar. Can I call you love? I really want to say that in front of you. Kamu pernah nanya ke saya “Saya cheesy ya Ra?”, Jujur saya pengen ketawa dengernya, tapi saya pilih diem, soalnya kamu bikin saya mati gaya. Kalau saya langsung jawab jujur, mungkin saya bakal jawab kalau kamu romantis. No, you're not cheesy at all, I meant sometimes your pickup lines are cheesy, but well, saya receh, jadi saya suka.

Okay, here's the thing... So... deep down in my heart, I wanna say sorry. Sorry. I was the problem. We never really talked about ourselves. I thought you didn't see me that way. I thought you didn't care about me that much. Yup, bener kok, gak cuman kamu, dan bukan selalu salah kamu, it's just not only you. I was bad in communication too, like, sometimes, I'm scared to find out the truth about your feelings. I'm scared that you'd have never felt what I feel.

I was wrong.

It seems like our first met is not our first meet, and that's not the beginning of your feelings. Yes, indeed, I was surprised that I would marry someone that is my lecturer. Siapa yang gak kaget? saya otomatis benci kamu, ya dari awal saya juga gak suka karena kamu nyebelin banget dikelas. Dasar keponakan tuhan! Ya pokoknya, saya bener-bener speechless pas tau nikahnya sama kamu. Saya heran, Mama nemu di kolong jebatan bagian mana.

That's why I'm upset with you. You drive me crazy. And, when you came to my house for the first time, saya langsung benci sama kamu, tuhkan saya bilang benci lagi. At the beginning of our marriage, waktu kita awal-awal tinggal bareng, you could say it was a little bit awkward. I was wondering about all of your kindness, is it real or fake, I saw the sincerity, but I always thought that I was just the expectations fulfiller.

Sampai akhirnya, banyak hal yang kita lewatin, saya gabisa nyebutin satu-satu, kamu terlalu sempurna buat saya. Awalnya saya mikir gitu, hingga saya terus terusan nemuin segala macem masa lalu kamu, gak hanya kamu yang nemuin masa lalu saya, kita seri. Saya pernah denger pepatah two damaged people can survive together, dan saya yakin seharusnya itu berhasil dikita, masalah kita adalah tertalu tertutup satu sama lain, hingga kita gak sadar kita saling nyakitin.

Gak banyak yang mau saya sampaikan, karena saya inginnya menyampaikan keseluruhan hati saya didepan kamu, dengan kondisi sadar, dengan kondisi sehat, dan bisa tertawa lebar. Saya mau liat mata kamu yang menghilang sewaktu senyum kamu mengembang.

Saya gak tau harus ngomong apa lagi, saya maunya ketemu kamu, e-mail ini hanya sebuah doa saya, dan angan saya. Anggap aja kamu baca tulisan ini, at least for me.

Looking forward, Rara, your reason for living.

Tepat saat Rara memencet icon send, taksi yang ia tumpangi sampai pada lobby rumah sakit. Karena tak membawa dompet, Rara hanya memberikan alamat rumahnya sebagai jaminan, kebetulan para taksi disana sudah hapal dengan para penghuni komplek Rara.

DRAP DRAP DRAP

Rara berlari ke arah meja resepsionis, bertanya perihal nomor kamar dan nama pasien kepada resepsionis yang berjaga disana.

“Iya, betul, memang benar, tapi-

Rara langsung melengos, kala ia mendapat validasi dari sang resepsionis. Ia langsung berlari menuju lorong, punggungnya kian jauh. Resepsionis itu terdiam sejenak, lalu menghela napasnya.

”.. udah gak ada.” lanjut resepsionis itu sendirian.