Kejutan.
Rara terduduk frustasi diatas kasur, ia mencengkram kuat surainya. “IHHHHH!! MALUUUU BANGET SUMPAH!”
Manik Rara menatap jengah ubin marmer ditengah ruangan yang menjadi saksi bisu kemesuman seorang Anggar Lingga Sadadi. “Aduh! Mati gua nih, ngapain sih ngajak pergi segala, mau taro dimana coba muka gua!! Curang lagii! Pake bawa-bawa Wilmo! Anjeng loo!”
“Coba deh mikir, ni orang fix kaga waras! Udah nyium gua tiba-tiba, terus tiba-tiba ngajak pergi jam 1 malem, gile lu ndro… ndro...” Rara bermonolog seraya mengambil hoodie hitamnya di lemari.
“Ya ada sih orang-orang yang emang suka pergi malem, ya tapi kan pasti ke nightclub? dugem gitu, lah ini ngapain coba… masa sih dia ngajak gua… dugem? yakali cuy…” Ucap Rara sembari menatap pantulan dirinya dicermin.
Rara memasukkan dompet serta ponsel kedalam saku hoodienya. Tak lupa ia menyemprotkan parfume Zara varian Nuit salah satu hal wajib yang ia lakukan sebelum pergi. It smells just like vanilla, manis, seger, soft, dan calming.
Rara menggosokkan kedua pangkal telapak tangannya lalu menghirup wangi yang tersisa disana. “Smells so goodddd.”
Kemudian Rara mengambil Lipbalm Yves Rocher varian vanilla, entah mengapa ia secinta itu dengan bau vanilla. Sesaat ia menatap wajahnya dicermin, lalu tangannya mulai terangkat ingin memakai lipbalm, namun, saat ia menatap bibirnya, air mukanya berubah muram. “LIAT AJE LU YE!! GUA MARAH SEMARAH-MARAHNYA AMA ELU NGGAR! AWAS YE LU!” Mood Rara mendadak buruk mengingat akan kejadian yang menimpanya tadi.
Mau niat baik kek mau niat buruk kek, tetep aje! Ciuman pertama gua!
Namun, akhirnya Rara memoleskan lipbalm itu, bibirnya manyun karena masih terasa kesal, sejenak ia memperhatikan ranumnya yang tampak bengkak dan memerah. Ia langsung memalingkan wajahnya dari cermin. Duhhhh! Apasih Ra kok lu malah salting liatin bibir lu sendiri.
Gak waras nih gua kalo udah begini! Tadi perasaan gua kesel deh? Tapi kok ada sedikit rasa... seneng ya?
Setelah selesai dengan semua tetek bengek, Rara pun melangkah keluar. Ia menatap suasana lantai 2 yang redup, seketika bulu kuduknya meremang, memang kata-kata terlarang yang dikatakan Anggar tadi sukses memaksanya untuk ikut pergi. Emang anzeng!!
Rara berjalan menuju tangga, melangkah kecil menuruni anakan tangga, rasa dingin dari kayu langsung menyambut indera perasa pada telapak kakinya.
Sesampainya dibawah, netranya menangkap Anggar yang tengah duduk disofa panjang ruang keluarga. “Mau kemana sih?” Tanya Rara.
Anggar bangkit, lalu berjalan kearah pintu keluar. “Udah ayok, jangan nanya terus, situ bukan wartawan.”
NI ORANG BENER-BENER!!!
Rara menatap penuh dendam kearah punggung Anggar yang tengah membuka pintu. Lo pilih deh Nggar! kuburan apa rumah sakit!! Hih!! Macem gapunya malu lo abis nyium perawan!
Rara melangkah mengikuti Anggar keluar, maniknya membulat hebat saat ia melihat sebuah mobil Mini Cooper berwarna biru muda terparkir di teras rumah. “Mobil… siapa?” Tanya Rara heran.
“Kamu.”
HAH?!. Rara tercengang bukan main.
“Udah ayok masuk.” Anggar masuk terlebih dahulu, meninggalkan Rara didepan pintu utama. Lantas wanita itu berdecih kesal sembari menghentakkan kakinya kecil.
Rara menutup pintu rumah yang otomatis terkunci, lalu ia masuk kedalam mobil, enggan menatap Anggar yang sudah siap didepan kemudi.
Sungguh kalau ini adalah dunia kartun, diatas kepala Rara pasti sudah ada sungut setan berwarna merah yang berbinar seperti kunang-kunang.
Anggar menjalankan mobilnya, meninggalkan pekarangan rumah mereka.
“Mau kemana sih?” Rara memasang seatbelt, lalu bersedekap.
“Inget gak waktu kita liat bintang di rooftop Kempinski?”
Rara mengangguk pelan, maniknya masih fokus menatap jalanan sepi didepan.
“Saya mau ajak kamu kesuatu tempat.”
“Kemana? Buat apa?”
Anggar tersenyum tipis, maniknya fokus kejalanan didepan. “Healing.”