London : Answer me, please?

Aku terbang, Kamu terbang, kalau cinta kita? jangan terbang juga ya.

Kalau urusan melanglang buana menjelajahi sudut-sudut dunia, Rara juaranya. Cocok sebenarnya dengan Anggar yang suka travelling tapi butuh teman yang banyak bicara, karena dirinya sendiri lumayan irit bersuara.

Setelah berperang batin akan gundah gulananya, Rara akhirnya mantap akan skydiving, walaupun sudah berganti seragam, Anggar berkali-kali mencoba meyakinkan Rara soal motion sickness perempuan itu yang lumayan parah. Mumpung belum bayar.

Yeh.

Pasalnya, jangankan turbulensi, waktu dulu Rara snorkeling saja ia langsung mual saat tubuhnya terombang-ambing ombak, lah ini? terombang-ambing udara plus jantung yang mungkin akan copot. Anehnya Rara malah sangat excited menantikan momen terjunnya nanti.

“Jangan coba-coba hentiin saya!!” Teriak Rara seperti anak kecil yang tantrum, Rara kesal karena Anggar terlalu mengkhawatirkan hal yang tidak perlu.

“Rara...” Anggar menghela napas pelan. “Yaudah tapi saya terjun duluan ya? pokoknya abis kamu freefall nanti kalau pusing atau gimana ngomong langsung.”

Rara berdecih kesal, gua bukan anak kecil ih!! “Iya iya.” Ucap Rara malas.

Mereka telah melalui beberapa proses seperti pengecekan kesehatan, membaca terms and conditions serta segala perintilannya. Sempat Anggar kembali bertanya pada pihak operator perihal motion sickness, dan kata mereka cuacanya bagus dan pesawat tidak akan terlalu goyang, tapi ya kalau tiba-tiba berawan mereka tidak bisa menjamin penerbangan akan smooth.

Batch sebelumnya baru saja mendarat, tandanya sebentar lagi adalah giliran Rara dan Anggar. Semua barang seperti dompet, handphone dimasukkan ke loker, dan kuncinya dititipkan ke resepsionis. Ya daripada waktu terbang terus barang-barangnya yang dibawa hilang, siapa tau kan jatuh tuh HP ke bawah.

Setelah semua peserta ready, satu persatu Tandem Master yang akan membantu para peserta untuk terjun pun datang, Greg (salah satu operator) menunjuk seseorang dibelakang Rara. “Ah... there he is, your Tandem Master.” Reflek Rara menoleh.

Seketika senyum sumriangahnya luntur begitu saja.

WHAT THE HECK?!?? Rara tercengang bukan main. Dari seluruh peradaban manusia didunia ini, dari sabang hingga merauke dari pagi hingga petang, mengapa harus dia?!

Astagfirulloh. Rara yang bengong malah membuat Anggar heran.

Gimana gak bengong? yang ada didepan mata Rara sekarang adalah Rumi.

Rumi Ardika Nasution.

Mantan gebetannya sewaktu kuliah. ANJIRRR!!! Berteriaklah Rara dalam hati. Ia menelan ludahnya pelan.

Tunggu... If Rumi is Rara's Tandem Master, it means... ANJIR!! dia bakal meluk gua dong?! Kembali Rara menelan ludahnya, lalu Rara melirik Anggar sekilas, pria itu tampak biasa saja. Apa ini kesempatan gua ya buat manasin si kutu kupret ini? siapa tau gua jadi tau ni orang nganggep gua serius apa nggak, oke markicob. Seketika senyum licik timbul pada wajah Rara.

Rumi datang mendekat, Rara masih bisa melihat ketampanan yang terpampang nyata dari pria bermarga Nasution itu. Hhhhh! okay.. okay relax.

Sejenak Rumi berbincang dengan Greg. Lalu Rumi mengampiri Rara yang memungguinya. Dilain sisi Anggar sudah dihampiri oleh Tandem Masternya yang bernama Johan.

Rumi menepuk pundak Rara. “Hello!! my name is— kalimatnya terputus tepat saat Rara berbalik sembari nyengir kuda.

“Loh?! Rara? wow...?” Rumi langsung menutup mulutnya yang menganga lebar. “How?” Masih speechless sepertinya Rumi ini.

Tak jauh dari sana Anggar melihat dengan mata kepalanya sendiri betapa akrabnya Rara dengan si Tandem Master. Alisnya menukik tajam saat melihat Rara yang memeluk Rumi hangat. Ia yang tengah berbincang dengan Johan jadi tidak fokus.

Kembali pada sisi Rara. Perempuan itu tampak sumringah, memberikan senyum termanis yang sangat manis, pokoknya harus senyum terbaiknya. “Apa kabar bro!” Rara mencoba SKSD dengan Rumi.

Rumi yang masih diam menatap Rara tak percaya. “Rara kok bisa disini?”

“Hehe, iya Rumi, lagi liburan.”

“With who?”

Rara terkekeh pelan. “Hehe biasalah, fam trip.” Enggan Rara menyebutkan nama Anggar.

Rumi hanya manggut-manggut sembari ber-oh ria tanpa suara.

Panggilannya masih sama. Rara-Rumi, masih sama-sama memanggil nama. Rasanya seperti nostalgia. Ah nggak-nggak apaansih otak gua malah inget yang dulu-dulu.

Usai berbincang sedikit, tiba-tiba pesawat sudah siap, Rumi langsung nyuruh Rara buat berbaris bak anak TK buat masuk ke dalam pesawat. Anggar berada dibelakang Rara, tentunya berbaris bersama Johan. Tak lupa para photographer serta videographer yang nantinya akan mengabadikan momen mereka saat freefall.

Semua tampak berdesakkan, Rumi duduk tepat dibelakang Rara, dan menempel. Hingga pesawat mulai lepas landas, sesekali Rara memperhatikan Anggar yang tampak biasa saja, padahal Rara ingin sekali melihat ekspresi ketakutan Anggar yang sungguh luar biasa langka.

Keknya ni orang emang suka nguji adrenalin dah makanya nawarin ini semalem.

Hingga pesawat sampai pada ketinggian tertentu, Rumi mulai sibuk ngencengin sabuk pengamannya dan mengaitkannya ke sabuk pengaman Rara, tak lupa dengan telaten Rumi memakaikan Rara topi dan kacamata. Huh!! kenceng banget buset.

Sekitar beberapa menit kemudian, ketinggian sudah sampai pada 15.000 kaki, pintu pesawat dibuka, beberapa orang terjun duluan, lalu Anggar, sempat pria itu mengelus jemari Rara sekilas, lalu terjun begitu saja.

Kegugupan melanda Rara seketika, Rumi terus-terusan memberikan tepukan tenang pada lengan perempuan itu. Harusnya Anggar liat neh ah! Ia menatap dataran dibawah sana yang membuatnya meneguk ludah, sebentar lagi ia akan merasakan moment of truth yang dinantikannya, and... now... it's my turn. Semoga gua gak pusing deh.

Dalam sepersekian detik Rara sudah terjun dengan Rumi yang menempel dibelakangnya. Awalnya memang kaget dengan kecepatan jatuh yang luar biasa cepat, namun lambat laun Rara malah kesenengan. Dengan segala intruksi yang Rumi berikan ia terus memantau Rara dengan telaten.

Rara pikir ia akan ketakutan atau muntah, atau bahkan pingsan, nyatanya nggak sama sekali. Rara tidak takut, ia juga tidak extremely excited. Biasa aja. Pokoknya kalau Skydiving itu rasanya udah kaya terbang pake kecepatan internet 5G!!

Semuanya tampak mengasyikkan dan seru hingga tiba-tiba Rara...

Tidak bisa bernapas.

Teringat dibenak Rara, tadi Anggar sempat bilang “Kalau gak bisa napas, teriak aja Ra apapun yang pengen kamu luapin, tadi saya dikasih tau kaya gitu sama Johan.”

Rumi berkali-kali menginstruksikan Rara untuk menaruh jemarinya pada mulut, itu membantunya untuk bernapas. Namun Rara masih saja diam, wajahnya kian memerah dengan hidung yang sudah semerah badut.

1...

2...

3...

“ANGGAR GUA CINTA ANJIR SAMA LO GILAAAA!!! SINTING!! KAPAN LO SUKA SAMA GUANYA SIHH!! MASA LALU LO KEBANYAKAN LAMA-LAMA GUA CAPEK TAUUUUU!!!!! AAAAAAAAA!!!!!!” Rara berteriak kencang, kencang sekali.

Butuh 10-15 detik hingga otak Rara tersadar untuk kembali bernapas. Yah walaupun lewat mulut. Ditengah angin yang super kencang menerpa Rara masih terus merentangkan tangannya lebar-lebar, senyumnnya tak pernah pudar sama sekali, ia berharap teriakannya tadi bisa didengar Anggar barang sedetik saja. Andai ia seberani itu mengutarakan isi hatinya didepan Anggar.

Seketika kecepatan melamban saat parasut dibentangkan. Rara sudah bisa melihat pemandangan kota London bagian utara yang menyajikan patchwork of the farms yang begitu cantik dari ketinggian.

Hap.

Rara mendarat dengan mulus tepat di padang rumput yang asri. Setelah melepas semua atribut dan pergi melipir dari tempat mendarat Rara masih baik-baik saja. Hingga ia sampai tepat dihadapan Anggar seketika ia merasa pening. Sempat ia ngomel-ngomel ke Rumi karena tadi pria itu banyak memutar Rara diatas, padahal kan tadi udah dibilangin jangan puter kebanyakan, ya tapi gitu Rumi cuman ketawa-tawa sambil bilang “Kapan lagi diputer sama mantan gebetan Ra dilangit.” Ya Rara sih ketawa saja, menganggapnya sebagai lelucon.

Nyut Nyut Nyut.

Rara menatap Anggar samar-samar terlihat pria itu tampak menatapnya khawatir. “Ra?”

“Ra.. kenapa? pusing?”

“Ra?”

“Hello? answer me, please”

Rara yang sedari tadi menunduk sembari memegang kepalanya mendongak kearah Anggar. “Hah?” Rasa nyut itu semakin merajalela, langkah Rara sudah berada tepat didepan Anggar. Dan, seketika semuanya gelap.

Motion sickness sialan