Panas Tinggi.

“Pak Anggar hanya demam tinggi, sepertinya kelelahan dan banyak pikiran, dan ini obatnya, tadi saya sengaja siapin obat-obat yang memang khusus untuk penurun demam. Rutin di kompres ya bu, biar cepat reda.”

Rara menyimak dengan seksama semua penuturan Dokter Ghozi, seraya mengangguk singkat. “Kalau panasnya gaturun-turun gimana Dok?”

Ghozi tersenyum tipis. “Bisa hubungin saya kembali, nanti saya segera datang kesini, kalau tiga hari tidak turun juga, dibawa ke rumah sakit langsung.”

Rara mengangguk pelan. “Baik, terimakasih Dok.”

Sepulangnya Dokter Ghozi tadi sore, Rara masih setia duduk di sofa kamar Anggar, menatap geram kearah pria yang tengah tertidur pulas diatas kasurnya.

Ni gua masih kesel banget ni ama ni orang, tapi kenapa Allah tuh tau aje kalo seorang istri mau durhaka ama suaminya langsung disentil.

Yang membuat Rara semakin kesal adalah tingkah laku Anggar yang tiba-tiba berubah menjadi bayi kawak. Makan minta disuapin, minum obat minta ditarohin obatnya dimulut. Sungguh, kalau pria itu sudah sembuh, rasa-rasanya Rara ingin menaboknya sekuat tenaga.

“Nggg…”

Rara terperanjat kala Anggar tiba-tiba menggeliat, ia bangkit dari duduknya, menghampiri Anggar yang terlihat tidak nyaman dalam tidurnya.

Perempuan itu duduk menyamping tepat disebelah bahu Anggar, menaruh telapaknya pada dahi pria itu. Anjir kok makin panas?!

Rara mengambil handuk yang jatuh disebelah kepala Anggar, mencelupkannya kembali pada baskom berisi air hangat, memerasnya pelan, lalu menaruhnya kembali pada dahi Anggar, tak lupa memberikan sedikit puk-puk, agar pria itu kembali tertidur pulas.

Terlihat Anggar yang kembali diam saat serangan puk-puk mengenai dahinya. Ia kembali tenang dan hanyut dalam tidurnya.

Dih, kaya bayi…

Rara merasa Anggar sudah cukup pulas, lantas ia mencoba bangkit, namun, dalam sepersekian detik sesuatu menahannya. Ia mengalihkan maniknya kearah pergelangan tangannya yang kini sudah digenggam oleh Anggar.

Anggar menarik tubuh Rara, membuat perempuan itu kembali terduduk, pria itu mengubah posisi tidurnya menyamping.

Napas Rara tercekat saat ia merasakan tangan Anggar yang melingkar pada pinggangnya. Masih dalam posisi memejamkan mata, Anggar mengubur wajahnya diantara kasur dan paha Rara.

“Sebentar ya, sebentar aja kaya gini, saya cenderung suka mimpi buruk kalau lagi sakit.” Ucap Anggar, masih dengan mata yang terpejam.

Rara hanya pasrah, melihat dirinya dipeluk oleh Anggar. Sayangnya, dibalik pasrah serta diamnya wanita itu, degup jantung yang tengah berdetak kencang berirama sukses membuatnya takut.

Repot ini mah.