His Side.
Kalau saja Rara sedikit kepo akan isi buku catatan itu saat Anggar menyuruhnya mengoreksi makalah teman-temannya di Cafe, mungkin sedari awal ia sudah tau sisi Anggar yang ini.
Sisi yang rapuh, lucu, dan menyebalkan.
Rara sampai terpingkal-pingkal saat ia membaca sambatan-sambatan khas anak SMP, kemudian masalah-masalah anak SMA, dll. Benar-benar remaja puber.
Tak hanya tertawa, Rara ikut sedih dan menangis, ia terisak kecil kala membaca paragraf tentang Mami dan Papi, bahkan Rara sudah tak sanggup menghitung seberapa banyak kata maaf yang Anggar tulis di buku itu.
Anggar juga bercerita perihal dirinya yang ditembak oleh 3 anak perempuan sekaligus waktu SMA, benar-benar pria idaman sejak dulu. Penggemarnya banyak.
Semua cerita perjalanan hidup Anggar tertera dengan gamblang disana. Dari kuliah di Singapura, lalu kabur dari rumah karena Mami mau jodohin dia dengan anak tetangga, hingga ia apply essay ke beberapa Univ.
Ternyata.
Pria itu diterima di banyak universitas. Dari MIT, Harvard, NUS, Lancaster Univ, LSE, hingga Oxford. Rara sampai bingung mengapa pria ini malah memilih Universitas di kota kecil?
Rara kembali membaca rentetan paragraf demi paragraf.
Lancaster tuh bener-bener kota healing banget, that's why gua pilih kesini, dibanding ke kota-kota besar. Quiet shock juga sih ternyata gua nyaman dengan cepet, apalagi nemunin orang-orang yang senasib sepenanggungan. Btw, I want to bring my loved one deh kapan-kapan kesini.
Rara langsung terenyuh saat membacanya, ia tak menyangka Pria yang dulu pernah mengusirnya dari ruang musik adalah Anggar, suaminya. Wajar saja Rara tidak ngeh, dulu pria itu mengenakan topi dan masker. Dasar sok low profile!
Rara pun terkekeh pelan. “Tuh kan kamu lebih saltingan dari pada saya!” Ucap Rara sendirian. Pede betul wanita ini.
Rara kembali membalik lembaran itu, banyak cerita yang Rara baru tau, soal siapa Maudy, apa yang terjadi, dan soal surat perpisahan Maudy, semuanya ada disana.
“Berat pasti jadi Maudy, pantes Anggar lebih milih dia, mereka punya janji bareng ternyata...” Seketika Rara memelas, baru saja tadi ia senang karena Anggar sudah suka dengannya sejak SMP, tapi mungkin itu hanyalah sebuah cinta monyet biasa.
lembar demi lembar Rara baca, disana juga Anggar menceritakan soal Najma. Semuanya tampak jelas untuk Rara, hingga diakhir kalimat Anggar bilang ia tidak punya perasaan sama sekali kepada Najma, hanya pemenuh ekspektasi.
“Ihh!! jahat banget sih.” Merengut Rara dibuatnya. “Eh tapi Najma juga main belakang sih.”
Sungguh kontradiktif.
Tawa, tangis, senyum, isak, dan berbagai ekspresi lainnya terus bermunculan pada wajah Rara hingga ia sampai pada lembar dengan namanya sebagai judul paling atas.
Untuk Rara, my reason for living.
This is not so me, but, can I confess something? I know you're not gonna listen to me when we face each other, but I think you will read all these paragraphs that I hardly write. I'm trying my best to understand from your point of view. So here, my feelings when I lived with you for almost 10 months.
Seketika Rara gugup bukan main, ia menahan napasnya sejenak, memejamkan maniknya erat. “Bisa Ra, bisa.” kemudian ia membuka maniknya dan mulai membaca paragraf pertama.
Hai. Satu kata yang mungkin gak patut saya ucapin sama sekali. Kamu marah? Pasti. Dan saya gak mau nyoba buat ngelak soal berkas itu, ini bukan klarifikasi apalagi pengaisan validasi supaya kamu mau maafin saya. Saya tau kamu pasti sakit hati banget pas find out semuanya, saya gak pernah berencana buat ngerahasiain ini sejak awal, saya merasa buruk banget waktu baca surat yang kamu tinggalin di bandara. Ra, seriusan, saya ngerasa hancur saat itu juga.
I was born and raised up as an only child. No brother, no sister, just me, but, I'm not spoiled. Saya ngerjain segalanya sendiri since saya anak tunggal, jadi mandiri sejak saya kecil, ngerasa superior since gak ada yang bantu saya buat berkembang di tengah sibuknya Mami sama Papi, dan saya gak biasa sharing apapun karena memang saya gak punya tempat sharing dari kecil. Karena itu, i've never shared any of my thoughts with anyone. Dan nikah sama kamu, bikin saya tau apa artinya berbagi.
After you, saya jadi paham kenapa orang-orang nyuruh saya buat segera nikah, gak cuman Papi dan Mami, tapi semua keluarga saya, semua orang dewasa yang ada disekitar saya, bahkan saya sempet ngilang beberapa waktu, pas saya gagal nikah sama Najma, saya jadi gak percaya cinta, sama kaya kamu. Betrayal never been fun, even with someone i’m not truly love, bukan saya bermaksud jahat ke Najma, tapi sedikit bersyukur saya gak jadi sama dia, karena ternyata setelah saya nikah sama kamu, saya jadi tau rasanya cinta beneran sama cinta karena di desak orang untuk menikah.
And also, nikah sama kamu gak segalanya tentang cinta atau mempunyai keturunan, tapi punya someone to talk to atas segala ekspektasi dunia yang gak ada habisnya, pertama ngobrol serius sama kamu pas di rooftop, saya langsung kagum sama kamu, sama semua bentuk buah pikir kamu, sampai saya berpikir, you are the only reason kenapa saya terus skeptis ke perempuan lain, ternyata hati saya emang udah dipegang sama satu nama dari saya SMP.
Saya selalu pengen bilang sama kamu jangan melulu do much effort buat orang lain disaat kamu masih struggle sama diri kamu sendiri, saya pengen kamu menyayangi diri kamu sebesar usaha kamu menyebar tawa dan kebahagiaan buat orang lain, you worth than that Ra, your happiness is mine too, jadi kalau kamu merasa worthless, jujur, saya ikut hancur.
Andai kamu tau, you are the only person that I want to talk about my daily life, my bad days, my achievements, my dreams, dan banyak lagi. Saya sering bayangin hari-hari tua bareng kamu. That's sweet, at least for me.
Sesuai apa yang kamu baca di diary saya awal-awal, iya Ra, keluarga saya gak seharmonis sekarang, wajar, emang gak ada yang sempurna di dunia ini, pasangan yang terlihat baik-baik aja di luar, selalu punya masa lalu yang gak enak, itu lah Mami sama Papi.
Mami yang kamu liat sekarang, bukan Mami yang saya rasain beberapa tahun kemarin. Mami wanita karir Ra, sukses dan pintar di bidangnya, tapi punya saya mungkin jadi salah satu penghambatnya buat maju, iya Mami pensiun dini, waktu saya SMP, tahun terakhir, tahun saya UN, saya sempet hilang arah waktu itu.
Dari saya kecil, sampai sebelum Mami pensiun, saya bener-bener ngelakuin segala urusan sendiri, cuman ada mbok sri yang ngurusin saya dari kecil, atau keluarga Afan yang selalu ngehibur saya, It was miserable back then, Mami pensiun dan Mami depresi karena keluar dari dunianya, itu gak seindah apa yang kamu liat sekarang.
Nggak, saya gak nyalahin Mami atas karakter yang nempel sama saya sampai sekarang, tapi begini adanya. Mami dulu suka marah-marah without any reason ke saya, dan ngebuat saya gak mau bercerita banyak soal hidup saya ke orang-orang banyak. Iya, bad, it was. I'm basicly bad for communication, dan saya sadar itu jelek.
HIKS. Rara mengusap bulir-bulir yang sudah menutupi pelupuk matanya, tak kuat mendengar curahan hati Anggar sewaktu kecil, rasanya Rara ingin memeluknya erat.
Ra, saya tulus bantu kamu waktu itu, saya ngerasa sakit banget waktu rasyad dateng ke hidup kamu lagi, saya nyaris hilang arah lagi saat saya sadar, saya lah yang bikin dia nemuin kamu, sampai-sampai trauma kamu akan abusive relationship keulang lagi, dan saya makin ngerasa buruk waktu sadar, saya lah yang bikin kamu ngerasain itu lagi. Saya minta maaf.
Tau Ra? Bali, Nusa Penida, bukan ide Mami, tapi itu saya. Saya selalu pengen liat senyum kamu lagi, senyum yang ngembang setiap pagi kalau kita sarapan bareng. Dan saya ngerasa kamu bisa terbuka sama saya disana, sepulangnya saya pengen nyampein kalau saya udah suka sama kamu dari SMP, kamunya malah gitu, kaya ngerasa risih, kembali lah seperti biasa.
Before you, Mami udah sering jodohin saya sama yang ini sama yang itu, saya sampe capek ngadepinnya, dia pikir saya gak punya perasaan saking gapernah mention soal perempuan. Hingga akhirnya saya ketemu Najma, she was my schoolmate in high school ketemu pas pernikahan teman saya, I was desperated pas Mami bilang mau jodohin saya, karena saya gak suka diatur, saya minta tolong Najma buat jadi calon saya, didepan Mami.
Tapi lama-lama saya ngerasa dari pada pura-pura terus mending sekalian aja saya seriusin, saya gak sadar kalau saya gak cinta, tapi ternyata sesuatu yang dipaksakan itu gak pernah baik, akhirnya apa yang dilakuin dia dibelakang saya kebongkar, dia main sama banyak cowok dibelakang saya, yaudah dibatalin gitu aja. Saya punya alasan kenapa saya gak ceritain masalah itu sejak awal sama kamu.
Rara kembali menarik napas, ia sampai termenung beberap saat kala ia ingin melanjutkan catatan Anggar.
Najma adalah sesuatu yang gak ingin saya ingat, gak cuman dari sisi dia nya aja, tapi dari sisi saya juga, saya benci diri saya di masa itu, saya terlalu meremehkan segalanya, menganggap enteng sebuah hubungan hingga hubungan itu bener-bener hancur. Saya gak sempurna Ra, saya bukan malaikat atau titisan surga yang selalu baik dan benar. Saya Anggar, manusia biasa, yang selalu dianggap mampu melakukan segalanya. Capek Ra.
Dari Najma terus ke Maudy, they have never been my first love, tolong jangan paham. Cause it's you. You are the one, that I will never trade for anything in this world.
Rara terdiam untuk beberapa detik. A tint of warm peach coating her cheeks.
Tes. Air mata Rara lolos begitu saja dari pelupuk matanya, ia sampai tak bisa berkata-kata. Dari cerita Anggar diawal sewaktu ia kuliah di Inggris, Rara jadi paham.
The one who fell in love is not him, it's her, Maudy.
Maudy, nama lengkapnya Maudy Hara Yamamoto, saya akuin saya brengsek, mungkin saya ngasih harapan berlebih ke dia, ini memang salah saya, saya merasa buruk banget kala itu, tapi semua itu terjadi karena dia mirip kamu Ra, she likes a lot of similar things with you, punya alergi kacang juga, rambutnya selalu pendek juga, hidungnya mancung juga. Saya pikir sesuatu yang mirip bisa bikin hati saya sama juga, tapi ternyata perasaan ga bisa di duplikasi. I was wrong.
It takes time for me, buat make sure hati saya bahwa saya itu beneran ada rasa sama Maudy apa nggak, karena saya sendiri gak tau jati diri saya gimana, perasaan saya gimana, saya rasanya hilang arah waktu itu, merasa hidup saya sedari awal cuman privilege orang kaya yang yaudah gak usah usaha gede-gede banget juga saya bakal dapet semua yang saya mau, tapi in the end of the story, saya tetep gak merasa bahagia.
Rara menangis sesegukan akan Anggar yang berusaha untuk bahagia ditengah dirinya yang bahkan tidak dapat menemukan jati dirinya.
Sampai pada akhirnya kemarin waktu saya mau susul kamu ke Bandung, saya ketemu sama dia, keadaannya memprihatinkan, kurus banget, she got leukemia. Dia keliatan happy banget waktu ketemu saya di bandara, terus dia minta contact saya, yaudah pas saya ke Lombok lagi dia minta saya buat nemenin dia, dia gak mau berobat di Jakarta, katanya dia mau disaat dia pergi, dia ada di kota kelahirannya. Saya minta maaf ya gak ngasih tau kamu. Ya, I know my communication is really bad. Sometimes, it's hard for me to show my feelings, I just can't describe it properly. Sorry, my bad.
Maaf kalau saya complicated, and hard to love, saya gak bermaksud kaya gitu, saya pengen kamu mencintai saya dengan mudah, leluasa, dan bebas. Bukan maksud menjawab pernyataan cinta kamu cuman sekedar “Makasih” waktu di Paris itu. Nggak Ra, itu gak cuman sekedar rasa terima kasih doang, i really mean it Ra. Bagi saya ngucapin cinta itu suatu hal yang crucial, gak semudah itu.
Saya liat banyak banget orang yang ngucapin cinta padahal hatinya gak ada rasa, saya gakmau kaya gitu. saya gak mau memperlakukan kamu sama kaya Maudy, saya pernah bilang cinta ke dia, karena kasian. Jahat? tapi apa saya punya pilihan?
Maaf ya kalau kita terlalu bentrok. Saya suka nunjukin semuanya pake tindakan, saya suka ngelus kamu, saya suka nyium kamu, saya suka ngeliatin kamu, saya suka nyiapin kamu sarapan, saya suka liat kamu bangun tidur (walaupun jarang banget kita sekamar.), saya suka semua hal yang kamu lakukan, dan saya suka repot buat kamu.
You are the most beautiful creature I ever beheld, beneran.
Rara langsung mengubur dirinya dalam bantal, benar-benar Anggar ini!
Our trip was a magical even though it ended up very bad, I’m so sorry u found those files that I forgot to delete, it was my mistake. Please forgive me.
Our Marriage was never a business thing, it's purely about love, trust me, cause I trust you. Berkas-berkas itu ada atas usul Mama kamu Ra, awalnya dia gak mau melepas kamu karena gak mau kamu nikah sama orang yang gak kamu suka. Tapi, akhirnya Mama kamu buat keputusan kalau saya sampai nyakitin kamu dan ninggalin kamu, saya dan keluarga saya harus bersedia memberikan saham terbesar yang perusahaan saya punya. Itu cara Mama kamu menyanyangi kamu, Ra.
Mama kamu gak pernah tega buat jodohin kamu sama siapapun, saya denger ceritanya dari mba Widya, kalau kamu marah-marah sama Mama kamu di meja makan, saya merasa bersalah kala itu. Maaf ya. Dan Mama kamu sengaja gunain sakitnya buat meyakinkan kamu atas pernikahan itu, she was hopeless.
Okay, kembali ke topik utama dokter Darwin. In this not so kind world, masih banyak orang yang punya dendam gak berujung Ra. Itu yang dialamin sama keluarga kamu. Ingat malpraktek yang dilakukan dokter Darwin ke Mama kamu? selepas itu Mama kamu selalu dapet ancaman pembunuhan, semacam surat kaleng gitu. Tepatnya setelah dokter Darwin mutusin buat loncat karena gak sanggup dapet gunjingan dari banyak orang.
The media really sucks, sengaja nulis yang parah di headline dan nyeret-nyeret keluarga dokter Darwin dan akhirnya di bully masa, rumah mereka sampai di jadiin tempat sampah, dunia berita memang se-kotor itu. Turns out mereka kayaknya punya dendam gak berujung ke keluarga kamu.
Semuanya runyam, sampai saya tau kalau anak dari Papa kamu itu kamu, Rara. Maaf ya, saya ngajuin diri buat nolong keluarga kamu biar gak ada yang berani sama kalian, beside masalah itu, saya emang suka sama kamu, makanya itu bukan bisnis. Awal saya tau segalanya juga karena Papa kamu cerita ke Papi saya, mereka rekan dalam bidang property, konstruksi dan perusahaan kayu itu bersangkutan, yakan?
Reflek Rara mengangguk kecil, sembari mengusap air matanya.
Setelah, nikahin kamu, surat-surat itu lenyap, seakan-akan gak ada yang berani nyentuh kamu dan keluarga kamu. Saya turut lega dengernya.
I tried my best to give you my best shot, tapi ya itu, mungkin kita emang beda, apa yang menurut saya baik, mungkin nggak buat kamu, mungkin kita emang gak sejalan, ga sehati sama kamu, gak serumah? padahal saya mau nya serumah sama kamu. Ra, tau ga? mata kamu, those eyes will always be my home even though you leave me. Serius, saya gak gimmick.
I hoped we can be an eternal partner Ra, karena awalnya saya yakin nothing last forever tapi liat apa yang terjadi sama kita belakangan ini, we doesn’t work ya Ra? I ruined everything, sorry that I hurt you so much. Saya cuman gak pengen kamu tau dan nambahin beban kamu, karna kamu udah cukup struggle sama hidup kamu.
Soal Orient8, saya yakin kamu marah. Mungkin, sekarang yang ada dibenak kamu, nikah sama saya itu a climate disaster yang merusak musim di hidup kamu, saya minta maaf udah nyakitin kamu, saya jadi paham, saya gak layak buat bahagiain kamu, saya terima kamu marah sama saya, karena saya tau, nahan kamu terus disisi saya cuman bakal bikin kamu makin sakit.
Iya, saya emang lebih milih Maudy saat itu, dengan kamu yang marah soal berkas itu bikin saya mikir dua kali buat izin nyamperin perempuan lain. Dia sekarat saat itu, Mamanya terus nelfon saya buat nemenin hari-hari dia, dan unfortunately waktunya gak pas, dia malah minta ketemu disaat saya mau ketemu kamu. Semesta kadang suka bercanda ya Ra.
Sepulangnya, saya langsung nyamperin kamu di bandara, jangan marah sama Alam, dia yang ngasih tau kamu saya disana. Disitu saya rasanya mau nangis Ra, kamu ngasih berkas perceraian terus Maudy tiba-tiba meninggal, dan kamu bilang saya cuman bisa ingkar janji dan hanya mikirin harta, harga diri saya sakit waktu kamu bilang gitu dibandara. The way you said that you just pretending kalau kamu cinta sama saya, terdengar tulus banget, dan saya jadi yakin bahwa kamu memang gak mau sama saya.
Kalau kamu tanya apa mau saya, saya maunya kamu, hidup sama kamu, menua sama kamu, punya keluarga kecil yang bahagia sama kamu, bener deh Ra, saya cuman mau punya anak sama kamu, saya gak mau yang lain, kalau kamu sampai ninggalin saya, mungkin saya bakalan single sampe saya gak ada, saya bener-bener se-cinta itu sama kamu Ra. Banget. Tapi, karena saya tau bareng sama saya sakit dan pisah sama saya adalah kebahagian kamu, yaudah pisah. Nyakitin kamu bukan kemauan saya, that’s why I chose to leave.
Maafin saya dan keluarga saya yang gak sempurna ya Ra, kamu yang terlahir dikeluarga yang hangat malah ditemuin sama saya yang dari keluarga yang kurang baik dalam berkomunikasi.
Rara termenung beberapa saat, ia sampai tak mampu berkata-kata. Speechless.
Maaf ya saya bukan casanova dengan segala kesempurnaannya yang bisa buat kamu seneng, saya cuman manusia biasa Ra, kadang bisa kesel, bisa sedih, bisa cemburu. Saya sering berandai-andai what if kita gak pisah? we probably would’ve argued every day, since sifat kita yang berbeda, kamu yang spontan dan saya yang gak bisa terlalu terlihat nunjukin rasa sayang saya. Rebutan kamar mandi mungkin? pasti seru.
You know Ra? I give a fuck about u everyday, you’re the joy bringer Ra, my life was flat until u came and becoming the golden sky to my dark storm life. Yes, indeed, you were the light, the star, the spark, and the love of my life.
In a nutshell, saya mau ucapin banyak terimakasih karena udah ngasih perubahan besar dalam hidup saya, bantu saya berkembang dan jadi orang yang lebih baik lagi. Saya cinta sama kamu. Saya terima, perceraiannya.
Rara terdiam. Ia membalik lembar itu dan ya, lembar itu berhenti disana. Lembar terakhir dari lembar-lembar yang ia buka dari halaman belakang. Selanjutnya hanya ada catatan-catatan materi yang Anggar gunakan dalam kelas manajemennya waktu itu.
Tanpa menunggu lagi, Rara langsung merogoh ponselnya di dalam tas nya, menyalakan ponselnya hingga benda itu benar-benar menyala, tak mau menunggu lagi ia langsung menelfon Anggar.
Berkali-kali ia menelfon tapi pria itu tak kunjung mengangkat. Ih kemana?!
Kemudian Rara langsung bangkit dari duduknya diatas sofa, berlari kearah pintu utama dan membukanya paksa, netranya langsung menangkap Ramzy yang tengah merebah kan dirinya di atas rerumputan teras rumah Rara.
“Heh! badut ancol! Sini looo!!!” Rara berteriak sembari berkacak pinggang.
Ramzy langsung bangun dan beranjak menghampiri Rara. “Apa?” Masih dengan tatapan sayunya dan sikap dinginnya.
“Anggar mana?” Arus air mata yang sudah tercetak jelas pada kedua pipinya terlihat jelas oleh Ramzy.
Tak ada jawaban, Ramzy terdiam.
“Dimana Anggar ih! Gua telfon tadi gak diangkat.”
Ramzy meneguk salivanya, ia menunduk sembari menghela napas pelan. “Koma Ra. Operasinya gak berjalan lancar. Something wrong with his body. Ususnya kena.”
Rara menatap Ramzy tak percaya. “Maksud lo apa?”
“Anggar koma Ra, dan kemungkinan dia sadar cuman 20%. Operasinya gagal.”
Rara mengernyit heran. “Maksud lo 20%? dia bakal pergi ninggalin gua gitu? Meninggal gitu maksud lo??!!” Rara melotot kearah Ramzy.
Ramzy tak menjawab.
Rara berdecak kesal, “Jawab ih! candaan lo gak lucu Ramzy! lo jangan bercanda!”
“Gua gak bercanda!” Ramzy langsung membantah, menatap Rara penuh amarah. “Gua beneran.”